Rise Up Girls!


Gadis. Perempuan. Wanita. Tiga kata untuk mewakili kaum hawa. Siang tadi saya sempat mendatangi sebuah acara bertema perubahan yang dilahirkan oleh perempuan muda. Di acara tersebut terdapat penayangan film"Girl Rising: Empowering Youth Through Education" yang bercerita tentang 9 perempuan muda di 9 negara berbeda yang membuat perubahan melalui pendidikan.

Bagi saya film tersebut inspiratif, terlebih lagi sangat mengharukan. Sayangnya saya hanya menyaksikan setengah filmnya saja dan cuma menyaksikan 4 kisah. Sejak pertama melihat filmnya saya sudah menitikkan air mata (suer mengharukan banget ceritanya), ga kebayang gimana kalau menonton ke-9 kisahnya! Bisa-bisa saya bikin ruangan banjir :D

Kisah di film ini mengangkat tema tentang perempuan di negara beberapa negara seperti Mesir, India, dan Afganistan yang mengalami kekerasan, diskriminasi, penjajahan hak, kemiskinan, dsb. Contoh pertama Yasmin dari Mesir yang diperkosa saat usianya 13 tahun. Kebayang betapa suram masa depan Yasmin di negeri yang menjunjung tinggi keperawanan. Namun Yasmin adalah anak yang kuat. Cita-citanya menjadi superhero dan ia merasa dirinya punya kekuatan. Menurut cerita Yasmin, ia melawan pemerkosanya dengan menggunakan belati. Sayangnya saat melapor, polisi tidak memercayai apa yang Yasmin ceritakan. Terlebih lagi ia berasal dari keluarga miskin, sehingga membuat anak bermata cokelat itu dan ibunya sulit mendapat keadilan.

Lalu ada cerita tentang (sebut saja) Rukmini, gadis kecil dari India yang senang menggambar, bahkan saat di dalam kelas, sehingga guru memarahinya karena tidak memerhatikan pelajaran. Namun ayahnya (yang unyu & suportif sama anak) ketika mengetahui hal ini malah membelikan Rukmini pinsil warna. Lewat gambar ia bercita-cita untuk membawa keluarganya naik pesawat dan tinggal di pulau yang indah. (Biasa aja yah?) Yang bikin terharu bahwa keluarga ini hijrah dari desa ke kota, tujannya agar Rukmini dan saudara-saudarinya bisa mendapat akses pendidikan. Namun mereka adalah keluarga miskin, walau harus tinggal di rumah kardus, sang ayah bersikeras untuk tinggal di kota agar anak-anaknya bisa bersekolah. Yang mesti di garis bawahi adalah bahwa di India sekitar 40% anak perempuan tidak disekolahkan. Anak-anak dari keluarga miskin cenderung untuk bekerja (atau dipekerjakan) di usia muda bukan bersekolah. Jadi bagus banget kesadaran sang ayah untuk menyekolahkan anak-anak perempuannya. Bahkan ketika mereka di usir oleh satpol PP dan rumah kardus mereka di hancurkan, keluarga ini tetap bertahan tinggal di kota agar anak-anak bisa sekolah.

Kemudian kisah terakhir yang saya simak adalah kisah tentang perempuan cilik dari Afganistan (kita panggil saja Aisya). Aisya adalah perempuan yang mendambakan kebebasan. Bebas untuk bertindak, bebas memilih, bebas membuat keputusan, namun ia bisa dibunuh jika melakukannya. Di Afganistan (menurut kisah ini) melahirkan anak perempuan andalah kesialan, dan perempuan hanya punya satu hak yaitu hak diam (mereka juga gak pake hak di sepatu lo). Bahkan ibu Aisya menangis ketika melihat anak yang dilahirkannya adalah perempuan. Ketika mulai bisa berjalan Aisya sudah harus melakukan pekerjaan rumah dari pagi sampai malam. Mulai dari beres-beres rumah, mengurus adiknya, sampai mengambil air bersih ke gunung. Padahal Aisya sangat menginginkan bersekolah, namun peraturan di negara tersebut sangat membatasi perempuan untuk mendapat pendidikan. Pergi sekolah bisa berakibat fatal bagi perempuan, misalnya saja ditembak atau disiram air keras ketika sedang jalan ke sekolah. Disana wanita juga dilarang keluar rumah tanpa ditemani muhrim, harus menggunakan burka yang seperti hordeng, suaranya tidak didengar, dan berbagai diskriminasi lainnya. Di usia 11 sang ayah mengatur pernikahan Aisya dengan seorang kerabat, jadilah Aisya menikah di usia sangat belia. Mahar yang diterima lalu dipakai sang ayah untuk membelikan mobil bagi kakak laki-laki Aisya, sedang Aisya tidak mendapat sepeser pun kecuali lingkaran setan tradisi negerinya.

Jumlah populasi wanita di bumi sekitar 3,5 milyar jiwa (rasio pria dan wanita 50:50), dan menurut para ahli 75% wanita belum mampu mendapat pendidikan yang layak, sehingga perempuan rentan mengalami diskriminasi, dan penjajahan hak. Peningkatan pendidikan bagi perempuan sangat penting, karena dengan mencerdaskan kaum hawa kita dapat memerangi kemiskinan, kelaparan, dan meningkatkan kesehatan. Mencerdaskan perempuan sama saja dengan mencerdaskan bangsa, karena perempuan adalah ibu, dan ibu adalah sekolah bagi anak-anaknya, bagi generasi penerus bangsa.

Komentar